Risiko kanker dapat terjadi sepanjang usia kehidupan, mulai janin dalam kandungan hingga lanjut usia. Faktor risiko kanker dapat ditemukan di mana-mana, baik disadari maupun tidak. Karena itu, sasaran pengendalian faktor risiko kanker diterapkan untuk semua kelompok usia.
Kementerian Kesehatan telah memperkuat sosialisasi pengendalian kanker di berbagai daerah. Pedoman pengendalian faktor risiko kanker telah disusun untuk petugas kesehatan, kader, anak usia sekolah, dan masyarakat yang berisiko tinggi.
Berikut lanjutan lima kegiatan pengendalian kanker yang telah disusun dan dilaksanakan di Indonesia yang dipaparkan Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan R.
3) Surveilans dan registrasi kanker
Surveilans dan registrasi kanker merupakan langkah penting lainnya dalam program pengendalian kanker.
"Registrasi kanker telah dimulai sejak 1970-an. Pertama kali, dilakukan survai frekuensi kanker di Semarang pada 1970. Kemudian dikembangkan registrasi kanker berbasis populasi di Kota Semarang sampai 1989. Terdapat juga beberapa registrasi kanker berbasis rumah sakit yang mempunyai sarana patologi anatomi," tutur Tjandra.
Lebih lanjut, Tjandra menjelaskan, bahwa salah satu upaya dalam program surveilans pada 2006, Yayasan Kanker Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Ahli Patologi Anatomi Indonesia mengembangkan registrasi kanker berbasis data patologi anatomi yang didapat dari 13 RS di Indonesia yang memiliki unit kanker.
Walaupun baru diterapkan di DKI Jakarta, Rumah Sakit Kanker Dharmais telah mengembangkan Sistim Registrasi Kanker di Indonesia atau disebut Srikandi.
"Pada 2007 Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World health Organization (WHO) Indonesia mengembangkan suatu model registrasi kanker, berbasis rumah sakit dan populasi di DKI Jakarta. Untuk kepentingan validnya dan komprehensifnya data kanker, kegiatan registrasi kanker berbasis rumah sakit dan populasi perlu dilaksanakan secara berkesinambungan. Data tersebut akan menjadi sumber informasi untuk mengembangkan dan mengevaluasi program pengendalian kanker. Kegiatan tersebut perlu mendapatkan dukungan dari pihak-pihak terkait," paparnya.
4) Diagnosis dan pengobatan
Pada saat ini berbagai rumah sakit di Indonesia sudah mempunyai kemampuan untuk diagnosis dan pengobatan berbagai jenis kanker.
"Diagnosis pasti kanker dengan pemeriksaan patologi anatomik dapat dilakukan di banyak laboratorium di negara kita. Pembedahan kanker dan pemberian kemoterapi juga sudah lama dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia," jelasnya.
Tjandra memaparkan bahwa saat ini Indonesia telah mempunyai 21 pusat radiasi, dengan 16 LINAC, 17 telecobalt, dan 45 radiologis kanker yang tersebar di beberapa rumah sakit yang mempunyai unit kanker.
Kendati demikian, diakui Tjandra, bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya dan fasilitas diagnostik dan pengobatan masih perlu ditingkatkan.
"Tentu kita masih memerlukan lebih banyak lagi kelengkapan fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan kanker, serta sumber daya manusia untuk menangani kanker di banyak rumah sakit, terutama di luar pulau Jawa," katanya.
5) Pelayanan paliatif
Perawatan paliatif sangat diperlukan karena sebagian besar penderita kanker yang berada pada stadium lanjut sulit disembuhkan, sehingga usaha mengatasi gejala dan mencukupi kebutuhan penderita, serta keluarga dalam fase terminal menjadi penting.
"Pada saat akhir kehidupannya, penderitaan terhadap rasa sakit, nyeri, atau hal-hal lainnya perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan pedoman pelayanan paliatif di rumah sakit. Ikatan pelayanan paliatif yang berkontribusi dalam pelayanan paliatif sudah dibentuk. Namun, pelayanan paliatif untuk terus meningkatkan kegiatan maka diperlukan pengembangan program pelayanan paliatif baik di rumah sakit maupun di masyarakat.
sumber: okezone
Kementerian Kesehatan telah memperkuat sosialisasi pengendalian kanker di berbagai daerah. Pedoman pengendalian faktor risiko kanker telah disusun untuk petugas kesehatan, kader, anak usia sekolah, dan masyarakat yang berisiko tinggi.
Berikut lanjutan lima kegiatan pengendalian kanker yang telah disusun dan dilaksanakan di Indonesia yang dipaparkan Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan R.
3) Surveilans dan registrasi kanker
Surveilans dan registrasi kanker merupakan langkah penting lainnya dalam program pengendalian kanker.
"Registrasi kanker telah dimulai sejak 1970-an. Pertama kali, dilakukan survai frekuensi kanker di Semarang pada 1970. Kemudian dikembangkan registrasi kanker berbasis populasi di Kota Semarang sampai 1989. Terdapat juga beberapa registrasi kanker berbasis rumah sakit yang mempunyai sarana patologi anatomi," tutur Tjandra.
Lebih lanjut, Tjandra menjelaskan, bahwa salah satu upaya dalam program surveilans pada 2006, Yayasan Kanker Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Ahli Patologi Anatomi Indonesia mengembangkan registrasi kanker berbasis data patologi anatomi yang didapat dari 13 RS di Indonesia yang memiliki unit kanker.
Walaupun baru diterapkan di DKI Jakarta, Rumah Sakit Kanker Dharmais telah mengembangkan Sistim Registrasi Kanker di Indonesia atau disebut Srikandi.
"Pada 2007 Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World health Organization (WHO) Indonesia mengembangkan suatu model registrasi kanker, berbasis rumah sakit dan populasi di DKI Jakarta. Untuk kepentingan validnya dan komprehensifnya data kanker, kegiatan registrasi kanker berbasis rumah sakit dan populasi perlu dilaksanakan secara berkesinambungan. Data tersebut akan menjadi sumber informasi untuk mengembangkan dan mengevaluasi program pengendalian kanker. Kegiatan tersebut perlu mendapatkan dukungan dari pihak-pihak terkait," paparnya.
4) Diagnosis dan pengobatan
Pada saat ini berbagai rumah sakit di Indonesia sudah mempunyai kemampuan untuk diagnosis dan pengobatan berbagai jenis kanker.
"Diagnosis pasti kanker dengan pemeriksaan patologi anatomik dapat dilakukan di banyak laboratorium di negara kita. Pembedahan kanker dan pemberian kemoterapi juga sudah lama dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia," jelasnya.
Tjandra memaparkan bahwa saat ini Indonesia telah mempunyai 21 pusat radiasi, dengan 16 LINAC, 17 telecobalt, dan 45 radiologis kanker yang tersebar di beberapa rumah sakit yang mempunyai unit kanker.
Kendati demikian, diakui Tjandra, bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya dan fasilitas diagnostik dan pengobatan masih perlu ditingkatkan.
"Tentu kita masih memerlukan lebih banyak lagi kelengkapan fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan kanker, serta sumber daya manusia untuk menangani kanker di banyak rumah sakit, terutama di luar pulau Jawa," katanya.
5) Pelayanan paliatif
Perawatan paliatif sangat diperlukan karena sebagian besar penderita kanker yang berada pada stadium lanjut sulit disembuhkan, sehingga usaha mengatasi gejala dan mencukupi kebutuhan penderita, serta keluarga dalam fase terminal menjadi penting.
"Pada saat akhir kehidupannya, penderitaan terhadap rasa sakit, nyeri, atau hal-hal lainnya perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan pedoman pelayanan paliatif di rumah sakit. Ikatan pelayanan paliatif yang berkontribusi dalam pelayanan paliatif sudah dibentuk. Namun, pelayanan paliatif untuk terus meningkatkan kegiatan maka diperlukan pengembangan program pelayanan paliatif baik di rumah sakit maupun di masyarakat.
sumber: okezone
0 komentar:
Posting Komentar